Jumat, 02 Januari 2009

Tarif SMS Termahal di Asia

BRTI Minta Turun Maksimal Rp 150
JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendesak operator di tanah air supaya menurunkan tarif ritel layanan pesan singkat atau short message service (SMS) dari rata-rata Rp 320 menjadi Rp 150 per pesan. Sebab, biaya produksi SMS kini turun dari Rp 76 menjadi Rp 52 per pesan.

"Sulit diterima kalau operator tidak menurunkan tarif pungut ritelnya karena ongkos produksi SMS kini sudah turun," ujar anggota BRTI Heru Sutadi di Jakarta Sabtu (9/2).

Dia menuturkan, beberapa waktu lalu pemerintah berkomitmen untuk menurunkan tarif percakapan berkisar 10-40 persen. Itu seiring adanya perhitungan tarif interkoneksi yang baru.

Menurut Heru, seluruh operator telekomunikasi di Indonesia mematok tarif pungut layanan SMS rata-rata Rp 320 per pengiriman. Padahal, dengan ongkos produksi sebelumnya Rp 76 per pengiriman, BRTI menilai tarif pungut SMS yang wajar ialah Rp 100.

"Tarif SMS kita jauh lebih mahal tiga kali lipat. Logikanya, karena ongkos produksinya turun, tarif pungut SMS bisa lebih murah," tuturnya.

Dibandingkan negara-negara lain di Asia, kata dia, tarif SMS di Indonesia cukup mahal. Sebagai contoh, tarif di Filipina Rp 167 per pesan, Hongkong Rp 240 per pesan, Malaysia Rp 240, dan Singapura Rp 280 per pesan. "Padahal, itu data lama, 2005. Saat ini kemungkinan (tarif) mereka sudah lebih rendah," ujarnya.

Dia memperkirakan dalam tiga tahun ini Indonesia termasuk negara yang mematok harga SMS tinggi. Sebab, tarif SMS di Indonesia tidak banyak berubah. Dengan perhitungan ongkos produksi baru Rp 52 per SMS, dia menilai setidaknya Indonesia bisa seperti Filipina. "Seharusnya bisa Rp 150 per SMS, karena kini tarif di Filipina juga sudah turun," terangnya.

Ongkos produksi versi BRTI itu setidaknya harus menjadi acuan operator menentukan biaya SMS. Dengan begitu, bisa diketahui keuntungan operator untuk setiap SMS yang dikirim pelanggan. Lantas, ongkos produksi itu akan menjadi batas bawah tarif SMS. Sebab, pemerintah tak memasukkan tarif SMS dalam perhitungan tarif interkoneksi baru. "SMS akan diatur sendiri, termasuk soal SMS premium,"

Kapan ya rakyat indonesia bisa merasakan teknologi yang murah apalagi gratis untuk penduduk miskin indonesia????????????????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar