Jumat, 17 Juli 2009

Program Pengentasan Kemiskinan di Gresik Salah Sasaran?

Program Pengentasan Kemiskinan di Gresik Salah Sasaran?
KESRA-- 19 APRTIL: Program yang di luncurkan Pemkab Gresik, Jawa Timur, untuk mengurangi angka kemiskinan tidak jalan. Bahkan, angka kemiskinan cenderung naik seiring meningkatnya angka pengangguran di kota santri.

"Angka kemiskinan di Gresik masih tinggi, meski birokrasi banyak buat program pengentasan kemiskinan, karena program-program itu tidak efektif, bahkan tidak jalan," ungkap Wakil Bupati Gresik HM Sastro Suwito SH MHum, Jumat (17/4).

Bahkan, wabup asal Kecamatan Wringinanom ini punya data, kalau program pengentasan kemiskinan banyak salah sasaran. Sehingga, angka kemiskinan di Kabupaten Gresik masih sangat tinggi.

"Kalau saya turun ke desa-desa banyak dikeluhkan warga. Mereka memertanyakan kenapa pemerintah tidak banyak berbuat untuk mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Gresik. Padahal, Kabupaten Gresik kaya, APBDnya besar, banyak industri dan sektor ekonomi lain yang bisa mensejahterahkan rakyat, "tutur Wito, begitu panggilan akrabnya.

Angka kemiskinan sendiri berdasarkan data dari Bappeda (badan perencanaan pembangunan daerah) per tahun 2009 mencapai 223.000 jiwa atau 55.000 KK (kepala keluarga). Mereka tersebar di 18 kecamatan se kabupaten Gresik.

Pemkab Gresik melalui beberapa SKPD telah menelorkan beberapa program untuk pengentasan kemiskinan. Di antaranya, biaya berobat gratis, pendidikan gratis, PKH (program keluarga harapan), Jamkesmasda (jaminan kesehatan masyarakat daerah), PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat), Raskin (beras masyarakat miskin) dan JPS (jaring pengaman sosial).

Lebih lanjut wabup menjelaskan, belum efektifnya program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Gresik disebabkan, birokrasi belum menjalankan otonomi secara benar. Pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan secara baik.

Seharusnya, birokrasi melalui SKPD berwenang bisa mengembangkan sektor ekonomi yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor ekonomi dari pertanian misalnya, seharusnya birokrasi bisa meningkatkan SDM petani, dan memberikan fasilitas pendukung, sehingga hasil pertanian bisa membaik.

"Selama ini anggaran untuk sektor tersebut banyak tersedot di administrasi, pegawai dan pejabat, sehingga belum banyak membantu masyarakat petani," terangnya. (ro/hr)