Jumat, 18 Februari 2011

Pilu TKI, Siapa Peduli

Penyiksaan demi penyiksaan, kebiadaban demi kebiadaban, seakan tak pernah lepas dari nasib pahlawan devisa kita. Para buruh migran. Padahal, negara ini berutang budi pada jutaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menyumbang devisa terbesar kedua di negeri ini, lebih dari Rp 100 triliun setahun.

Nurhayati, Nirmala Bonat, Siti Hajar, dan Ceriyati. Adalah sebagian nama TKI yang teraniaya. Ada ribuan nama lagi yang bernasib serupa. Termasuk kasus mutakhir Sumiati dan almarhumah Kikim Komalasari. Ada lagi Enden Puspita Sari yang kini depresi berat setelah pulang dari Oman sebagai TKI. Atau cerita sedih Karno. Istrinya, Harti, yang bekerja sebagai pembantu di Riyadh, Arab Saudi, sejak enam tahun lalu selalu disiksa lantaran menolak dikawini sang majikan.

Cerita sedih para TKI juga diungkapkan Susanti. Menurut mantan TKI yang bekerja di Arab Saudi ini, salah tidak salah kita (TKI) tetap disiksa sama majikan. "Dipukul di kepala, di punggung," kata Susanti yang tahun lalu pulang dari Arab Saudi. "Kalau saya melawan lebih disiksa lagi sama anak-anaknya. Saya hanya bisa menangis." Yang menyedihkan lagi, luka-luka "hasil karya" sang majikan tidak pernah diobati di rumah sakit. "Cuma diobati dengan betadin," ucapnya.

Perlakuan buruk juga dialami Nurhayati saat bekerja sebagai TKI di Kuching, Malaysia. Selain siksaan fisik dan tak diberi makan, Nurhayati juga tidak boleh salat serta dipaksa memakan babi. Ia menambahkan, waktu istirahat atau tidurnya hanya satu jam. "Jam lima pagi sampai jam tiga siang saya bekerja di rumah. Jam empat (sore) sampai jam tiga malam di kedai," ujar Nurhayati. "Jadi hanya satu jam bisa tidur."

Banyak kasus penyiksaan dan pelecehan terhadap TKI. Namun, banyak kalangan menilai, pemerintah hanya sekadar bersikap reaktif atas kasus-kasus itu. Menurut Anis Hidayat, mulai dari kasus Nirmala Bonat hingga Sumiati, penyelesaian pemerintah selalu reaktif, seperti membentuk tim, menghubungi pihak keluarganya, memastikan proses hukumnya. "Di mana sebenarnya selama ini suatu mekanisme bantuan hukum yang permanen," kata Direktur Eksekutif Migrant Care itu.

Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI M. Jumhur Hidayat menyangkal pemerintah bersikap reaktif. Ia mengatakan, pemerintah sebentar lagi akan mengeluarkan semacam peraturan presiden tentang mekanisme bantuan hukum untuk para TKI. Pemerintah juga akan membangun call center yang merupakan pusat pengaduan 24 jam. "Insya Allah, awal 2011 sudah bisa umumkan (nomornya). Siapa pun TKI dan di mana pun bisa menelepon nomor itu secara gratis," ucap Jumhur.

Reporter SCTV Mochamad Achir di Jeddah, Arab Saudi, mendapatkan draf perjanjian kontrak kerja TKI yang bodong. Dalam perjanjian kontrak itu, pihak-pihak utama, seperti majikan tak menandatangani langsung surat itu. Sehingga meski ada klausul jika ada penyiksaan, gaji belum dibayar, bisa diselesaikan secara hukum berdasarkan surat kontrak yang diteken kedua belah pihak. Namun, karena tidak ditandatangani secara langsung, klausul itu tidak bisa terwujud.

Okky Asokawati, anggota Komisi IX DPR, mengatakan, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri lebih kepada administrasi serta penempatannya. "Sementara, perlindungannya belum dikupas lebih detail," ucap Okky. Benarkah hanya perlindungan?

2 komentar: