Jumat, 28 Oktober 2011

KBS Tinggal Hitungan

Kematian satwa koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang masih saja terjadi akhir-akhir ini, akan bisa berujung pada penutupan kebun binatang berusia 95 tahun itu. Sebab, hingga kini kisruh terkait status pengelolaan KBS (yang populer disebut Bonbin itu) belum menemukan titik penyelesaian.

Hingga kini kisruh terkait status pengelolaan KBS (yang populer disebut Bonbin itu) belum menemukan titik penyelesaian. Pihak Tim Pengelola Sementara (TPS) KBS yang dibentuk oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Pemkot Surabaya, sampai kini masih memiliki perbedaan sikap yang tajam tentang bagaimana bentuk dan cara pengelolaan Bonbin.

Kemenhut turun tangan dalam urusan ini karena Undang-undang (UU) menyatakan bahwa satwa-satwa langka koleksi Bonbin adalah milik negara; sedangkan Pemkot adalah pemilik lahan Bonbin yang seluas 15 hektare itu.

Kemarin, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim –sebagai kepanjangan tangan Kemenhut– mengatakan akan mengosongkan Bonbin. Caranya, dengan memindahkan sementara satwa-satwa di sana jika belum ada solusi atas kekisruhan yang terjadi. Satwa-satwa yang akan dipindahkan adalah yang sehat untuk menghindarkannya dari kondisi lingkungan Bonbin yang dinilai tidak sehat bagi kesejahteraan binatang (animal welfare). Sedangkan satwa-satwa yang kondisinya rawan dan berpenyakit, tetap berada di Bonbin.

“Lebih baik dikosongkan dulu sampai menunggu tidak ada lagi keributan dalam hal status pengelolaan. Nanti kalau sudah tenang, baru dikembalikan,” ujar Lutfi Ahmad, Kepala BKSDA Jatim, kepada wartawan, Kamis (27/10).

Kapan evakuasi akan dilakukan? Evakuasi akan dilakukan secara bertahap. Untuk satwa-satwa yang berlebih populasinya dan sehat, akan dipindahkan ke lembaga konservasi (LK).

Menurut Toni Sumampauw, Ketua Tim Pengelola Sementara (TPS) Bonbin, LK-LK lain akan bersedia dititipi satwa pindahan jika satwa itu sehat. Saat ini, di Indonesia terdapat 42 LK.

Penitipan itu, lanjut Toni, sebenarnya bukan hal baru. Pengelola lama Bonbin pernah melakukan hal sama, yakni menitipkan Rusa Timorensis sekitar 40 ekor ke pihak lain. Jika penitipan itu tidak dilakukan, akan menyusahkan pengelola Bonbin saat ini. Bakal terjadi lagi satwa-satwa yang mati karena Bonbin sudah kelebihan populasi, serta kondisinya tak memenuhi standar kesejahteraan hewan.

Jika di kemudian hari status pengelolaan Bonbin sudah pasti dan pengelolaannya benar, satwa-satwa yang dipindahkan itu akan dikembalikan.

BKSDA berharap, pemerintah pusat dan Pemkot Surabaya segera berkoordinasi serta bertemu untuk membicarakan nasib Bonbin ke depan. ”Sebetulnya saya ingin ketemu wali kota untuk menjelaskan bagaimana solusi mengatasi masalah ini, tapi sulit. Nantilah, kalau perlu orang bule (Amerika Serikat) akan kami ajak ke KBS untuk menilai,” kata Lutfi.

TPS dibentuk oleh SK Menteri Kehutanan (Menhut) pada 20 Agustus 2010 dengan masa tugas hingga akhir Juli 2011. Namun, pada Agustus lalu Kemenhut memperpanjang masa kerja TPS selama setahun. Dalam SK-nya pada 18 Agustus lalu, Menhut memberi wewenang kepada TPS untuk menjaring investor potensial guna mendukung pendanaan bagi keberlangsungan Bonbin.

Toni mengatakan, perbaikan kondisi lingkungan dan satwa KBS yang menyeluruh membutuhkan dana sekitar Rp 90 miliar. Karena dana sebesar itu tak mungkin diharapkan dari anggaran Pemkot dan dari pendapatan karcis pengunjung KBS, maka TPS mengusulkan keterlibatan investor swasta.

Menurut BKSDA, kematian satwa di Bonbin dipengaruhi dua faktor, yakni tidak disengaja dan disengaja oleh oknum tertentu. Faktor disengaja antara lain bisa dilihat dari pakan atau kandang yang tidak layak.

Dicontohkan, kasus kematian Kambing Gunung yang pencernaannya terganggu karena di dalam perutnya ternyata ditemukan kantong kresek. Termasuk dengan Buaya yang di dalam perutnya ditemukan 25 biji batu.

BKSDA, lanjut Lutfi, akan tetap melakukan investigasi untuk menyelidiki ada atau tidaknya unsur kesengajaan.

Seperti diberitakan, hanya dalam waktu tidak lebih dari tiga hari, yakni Minggu (23/10) dan Selasa (25/10), dua ekor satwa koleksi Bonbin ditemukan mati di kandangnya, yakni Komodo dan Babi Rusa.

Kematian itu menambah panjang daftar satwa mati Bonbin setelah sebelumnya buaya muara, kambing gunung, ular piton, rusa bawean, dan rusa sambar mengalami nasib serupa. Di Bonbin, saat ini ada sekitar 4.200-an ekor satwa dengan 350 spesies.

Ada Apa dengan TPS?

Sementara itu, pihak Pemkot Surabaya menilai, tudingan secara tak langsung bahwa pemkot harus ikut bertanggungjawab atas kematian satwa-satwa Bonbin sangatlah tak beralasan dan ngawur.

Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, pihak TPS dan Kemenhut sepertinya ingin menyampaikan pesan bahwa gara-gara pemkot tak menyetujui langkah TPS-Kemenhut untuk menghadirkan investor bagi KBS, itu membuat kondisi KBS jadi kurang terurus karena tak ada dana, dan satwa-satwa pun bergiliran mati.

Kalau benar demikian isyarat yang diungkapkan oleh pihak TPS-Kemenhut, kata Risma, maka itu jelas cerminan dari sikap tidak bertanggungjawab. Risma menduga, ada yang tidak benar dalam pengelolaan KBS saat ini, yang berakibat pada matinya sejumlah satwa.

“Pasti ada yang salah dengan seringnya satwa mati di KBS. Sekarang ini siapa yang salah? Nggak mungkin Pemkot, wong kami bukan pengelolanya. Artinya, pasti ada sesuatu,” ujar wali kota, Kamis (27/10).

Pihaknya mengakui, di masa lalu pengelola Bonbin juga pernah ribut-ribut. Tapi, tidak pernah ada satwa mati sebegitu banyak sebagaimana sekarang. Nah, ketika ribut-ribut meletup kembali di KBS yang kini dikelola TPS, koleksi KBS banyak mati. Selain itu, ketidakpuasan di kalangan karyawan KBS terhadap manajemen saat ini juga dinilai meningkat.

Soal ancaman BKSDA untuk memindahkan sementara satwa-satwa Bonbin, Risma mengatakan pihaknya akan mencermatinya. Sangat terbuka kemungkinan Pemkot akan mengambil langkah hukum atas tindakan BKSDA nanti. Sebab, perlu dibuktikan apakah benar bahwa koleksi satwa yang dievakuasi itu memang benar-benar milik pengelola saat ini.

“Kalau sampai nanti ada satwa yang mati dalam evakuasi, BKSDA harus bertanggungjawab. Kami tidak akan terima,” tandas wali kota.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya akan kembali menanyakan surat yang dikirim Pemkot ke Menhut, yang isinya meminta penegasan terkait pengelolaan Bonbin, serta untuk menjelaskan posisi dan proposal Pemkot mengenai pengelolaan Bonbin ke depan.

Surat ke Menhut sudah dilayangkan Agustus lalu, dan hingga Oktober ini belum ada jawaban.

“Kami sedang menyiapkan rencana untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan mengelola KBS secara profesional. Jangan dinggap enteng pula bahwa para karyawan KBS sendiri yang telah lama menekuni urusan di KBS, mereka merupakan orang-orang yang kompeten,” tandas Risma.

Mantan Kepala Bappeko Surabaya ini mengancam, jika Menhut tidak segera merespon surat yang dikirimnya, maka Pemkot akan mengambilalih pengelolaan KBS.

“Kalau memang tidak direspon, kami akan ambil alih KBS, sebab itu tanahnya pemkot. Kami punya sertifikatnya kok,” kata wali kota wanita pertama di Surabaya itu.

Tidak hanya itu, Risma mengakui saat ini sudah banyak pihak ketiga yang ingin mendukung pendanaan bagi Bonbin tanpa meminta imbal balik atau kompensasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar